Rabu, 22 Oktober 2014

ANTARA WANITA DAN ILMU SYAR`I



ilmu adalah segalanya. Apapun aktifitas manusia tak akan lepas dari peran ilmu.Ilmu adalah nikmat Allah yang agung. Dengan ilmu, manusia akan dapat meraih kebahagiaan di dua negeri, dunia dan akhirat. Kebahagiaan di dunia berupa keselamatan dari kesesatan dan dekat kepada petunjuk Allah. Hal ini tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu. Kebahagiaan di akhirat berupa keselamatan dari api neraka. Hal ini pun tidak akan tercapai kecuali dengan ilmu.
Hati pun akan hidup dengan cahaya ilmu dan berilmu merupakan ciri seorang yang beriman. Bahkan tidak akan berguna suatu amal tanpa ilmu, karena ilmu merupakan imam (pemimpin) bagi amal. Pendek kata tidak ada kehidupan tanpa ilmu, tidak ada kebahagiaan tanpa ilmu dan tidak akan tenang dan damai kehidupan manusia tanpa ilmu.
Ilmu apakah yang dapat mewujudkan semua itu? Ilmu jenis manakah yang dapat mengantarkan manusia menuju kebahagiaan sesungguhnya? Serta sederet pertanyaan lain terbetik di setiap benak kita. Jawabannya singkat yaitu ilmu syar’i, ilmu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, bukan ilmu yang muncul dari kepala para filosof atau dari hasil otak-atik aqlaniyun (pemuja akal) dan yang semisal mereka. Bahkan kebanyakan yang datang dari mereka tidak layak dikategorikan ilmu, melainkan ilham yang datang dari setan belaka. Ilmu (syar`i) adalah firman Allah, sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan ucapan para shahabat, bukan selain itu. Demikian para ulama menerangkan.
Ilmu syar`i wajib diketahui dan dimiliki oleh setiap manusia yang mengaku dirinya muslim, sama saja baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda, tidak pandang bulu. Kita wajib bersyukur kepada Allah karena semakin maraknya majlis-majlis ta`lim, telah masuk dan menjamur di seluruh pelosok masyarakat muslimin lewat kajian-kajian rutin.
Satu fenomena yang membesarkan hati kaum muslimin di satu sisi, namun di sisi lain terasa sangat memprihatinkan. Jika kita tengok kasus-kasus yang terjadi, khususnya yang menimpa saudari-saudari kita kaum muslimah. Ternyata bukan ilmu syar’i yang mereka bawa pulang ke rumah dan bukan bekal hidup di dunia dan akhirat yang mereka peroleh. Terbukti ketika mereka berangkat dengan kerudung penutup leher dan kepala, tetapi pulang dengan telanjang. Mereka berangkat sendiri, namun pulang diantar seorang bujang. Dan yang lebih tragis dan mengenaskan lagi --na`udzubillahi min dzalik-- mereka berangkat dengan perut kempes dan pulang dengan perut berisi bayi tanpa jelas bapaknya. Salah siapa ini? Ustadznya kah? Atau muridnya? Ataukah Orang tuanya? Atau siapa? Lalu bagaimana solusinya?
Islam agama yang mulia terbebas dari sifat cela. Islam menuntut umatnya hidup mulia tanpa noda. Maka bisa dipastikan kerusakan yang terjadi di dunia pendidikan tingkat atas atau tingkat bawah, di kota atau di desa, di masjid Jami’ atau di surau, atau di mana saja adalah karena mereka telah membuang dan melalaikan tuntunan Islam. Mereka mendiskreditkan Islam atau meninggalkan proses belajar mengajar ala Islam yang akan membuahkan muslimah yang tangguh dan kuat pendiriannya, tetap tegak meski topan dan badai menghantamnya.
Terus bagaimana caranya? Apa yang harus dipelajari? Bagaimana pula pengaruhnya terhadap kehidupan? Insya Allah pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab melalui buku mungil hasil goresan tangan Ummu Hasan ini yang diterjemahkan ke dalam bahasa kita dengan judul Pesan Untuk Muslimah Bagi Penuntut Ilmu Syar`i.
Bahasanya halus, lembut dan mudah dipahami serta mampu menggerakkan keinginan pembaca untuk lebih menfokuskan perhatian dan serius dalam menelaahnya kata demi kata.
Perhatian dan kecintaan penulis kepada segenap pembaca nampak sekali dalam buku ini, terutama untuk kaum muslimah dengan ungkapannya ukhti fillah, wahai ukhti al-habibah, ukhti muslimah, saudariku yang mulia dan ungkapan-ungkapan lainnya yang menunjukkan perasaan cinta dan mengharapkan kebaikan untuk segenap saudarinya seakidah.
Dalam mukadimah buku ini penulis menyatakan: "Adapun bab yang mendesak bagiku untuk membahas dan menjelaskan bagi akhwati muslimah adalah menuntut ilmu syar`i yang bermanfaat." (Hal. 11). Penulis prihatin terhadap gejala dan fakta yang menimpa sebagian muslimah dalam mencari ilmu hanya sekedar untuk mendapatkan ijazah, pekerjaan, atau gelar saja (hal. 12). Penulis (dalam halaman yang sama) memberi batasan apa yang dimaksud dengan ilmu syar`i:
"Ilmu adalah firman Allah, sabda Rasul-Nya, ucapan shahabat, tidak ada kerancuan."
Fadlilah (keutamaan) ilmu tak luput dibahas dalam buku ini dengan disertai nash dari Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu `alaihi wa sallam. Hanya saja ada satu hadits (hal 17) yang lafadhnya:
"Barang siapa
keluar dalam rangka thalabul ilmi, maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali." (Riwayat At-Tirmidzi, hadits hasan)
Hadits ini juga dibawakan oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari dalam Al-Ilmu Fadlluhu wa Syarfuh hal. 6. Di dalam catatan kaki no. 1 disebutkan: Riwayat Tirmidzi 2947, Thabrani dalam Mu’jam As-Shaghir 1/136 dan Al-Usaili dan Adl-Dlu`afa 2/17. Pada sanadnya tersebut terdapat dua rawi yang dla`if, tetapi maknanya shahih. Wallahu A’lam.
Kemudian penulis memaparkan bagaimana para wanita mutaqadimin (generasi awal) menuntut ilmu. "Dari sini, ketahuilah wahai ukhti fillah, bahwasanya Islam semenjak cahayanya terbit telah memerintahkan kaum wanita untuk menuntut ilmu yang bermanfaat" (Hal. 21). Tentunya dengan metode yang tidak melanggar syar’i, yaitu tidak ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan), bahkan khalwat (berduaan antara laki-laki dan perempuan di tempat yang sepi), atau apa saja yang melanggar syar’i. Lain halnya dengan wanita masa kini, penulis membagi keadaan wanita masa kini dengan tipe dan cirinya masing-masing (simak hal. 27-37). Sungguh jauh berbeda dengan keadaan wanita-wanita salafiyah terdahulu, maka wajib bagimu wahai muslimah berdakwah kepada mereka.
Adapun ilmu yang wajib dipelajari setiap muslimah adalah ilmu yang berkaitan dengan Al-Kitab (Al-Qur’an) berikut tafsirnya, sunnah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, tauhid dan fikih. Itulah yang disarankan oleh penulis.
Kebiasaan jelek yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimah ditolak oleh penulis dengan ungkapan: "Dia-lah kitab pertama yang setiap muslimah wajib mempelajarinya, janganlah hanya membacanya pada bulan Ramadhan" (hal. 42). "...dia mencakup seluruh hal yang akan membuat maslahat bagi manusia di dunia dan akhirat" (hal. 43). "Wahai ukhti muslimah, Al-Qur’an adalah kemenangan kita di dunia dan pahala di akherat" (48).
Banyak masalah yang disebutkan secara global dalam Al-Qur’an sehingga membutuhkan penjelasan. "Karena itulah saudariku yang mulia, maka sunnah juga sebagai ilmu syar’i kedua dipandang dari pentingnya...."(hal. 50). "Di sana hal-hal yang khusus bagi wanita, sementara tidak mungkin untuk diketahui kecuali dengan kembali kepada sunnah" (hal. 51).
Aqidah merupakan ilmu syar`i terpenting dalam Al-Qur’an dan as-sunnah. Kebutuhan kita yang paling mendesak saat ini adalah mempelajari aqidah Islamiyah yang bersih dari noda syirik, terlepas dari bid’ah, khurafat, hawa nafsu serta kesesatan-kesesatan lainnya ( Lihat hal. 54).
Bersamaan dengan belajar aqidah, maka wajib bagi muslimah mempelajari permasalahan fiqih seperti thaharah, hukum-hukum yang berkaitan dengan pernikahan dan masalah fikih lainnya. Tentunya pemahaman masalah ini di sandarkan kepada hadits-hadits dan atsar-atsar yang shahih.
Metode thalabul ilmi syar`i bagi wanita dapat dibaca pada bab kelima buku ini, yaitu mulai dari membaca kitab-kitab Islam, mendengarkan kaset Islami sampai kajian rutin dan mengikuti ceramah ilmiah. Perlu ditekankan di sini bahwa metode ini semua harus dilakukan atau ditempuh dengan mengikuti bimbingan para ulama salaf dan menghindari pelanggaran-pelanggaran syariat meskipun hanya perkara kecil.
Bab terakhir buku ini menyoroti tentang atsar (pengaruh) ilmu syar’i dalam kehidupan wanita muslimah. Seorang ibu akan banyak mengambil faedah dari ilmu ini, karena dia sebagai madrasah, pendidik sekaligus teladan bagi anak-anaknya. "...kepadanyalah mata anak kecil pertama kali terbuka." (Hal. 82). Seorang penyair melantunkan syairnya:
"
Generasi muda kita akan terbentuk sesuai dengan apa yang dipersembahkan oleh kedua orang tuanya" (hal. 83).
Figur shahabiyah yang tepat dalam memilihkan madrasah bagi anaknya (Anas bin Malik) adalah Ummu Salim binti Malhan. Lain halnya dengan mayoritas ibu-ibu masa globalisasi ini, mereka justru memilihkan sekolah bagi anak mereka sekolah yang tidak mengajarkan ilmu syar’i secara menyeluruh, melainkan hanya beberapa jam saja dalam seminggu.
Penulis juga mengingatkan para ibu muslimah agar berhati-hati dengan media elektronik seperti TV, tape, radio dan lainnya karena berdampak negatif yang dapat menghancurkan generasi muda Islam. "Yang lebih pahit lagi dari itu, sebagai efek dari layar hina ini (televisi) adalah pengaruhnya dalam merusak aqidah Islamiyah yang benar dalam jiwa anak-anak bahkan orang-orang dewasa sekalipun "(hal. 88). Semoga Allah memelihara kita dari kejelekan ini.
Pengaruh ilmu syar’i ini akan dirasakan oleh seorang istri, karena di situ diterangkan secara gamblang tentang bagaimana seorang istri harus bersikap terhadap suaminya. Demikian pula tata cara membangun mahligai rumah tangga yang sakinah menuju ridla Allah. Wanita yang diridlai Allah adalah wanita yang shalihah. "Supaya engkau menjadi wanita shalihah maka engkau harus senantiasa menuntut ilmu syar`i yang bermanfaat." (hal. 102)
Mu`allimah (ustadzah) pun banyak mengambil manfaat dan sangat dipengaruhi oleh ilmu syar’i ini, mengapa? Dia berkedudukan sebagai da`iah yang menyeru kaumnya menuju ridla Allah. Maka mustahil misinya akan tercapai jika dia enggan dan berpaling dari ilmu syar`i. Wajib baginya menuntut ilmu syar’i. Jika tidak, maka berarti ia akan menyeru dan mengajak kepada kerusakan dan kesesatan. "...dan takutlah untuk melakukan dosa. Janganlah engkau termasuk orang yang menyeru kepada kerusakan dan kesesatan..." (Hal. 107)
Murid akan mendapat faedah oleh kehadiran ilmu syar`i ini karena ia akan menjadi tolak ukur yang shahih (benar) terhadap semua permasalahan. "Maka jika belajarmu telah dipandu oleh ilmu syar’i maka pengaruhnya akan nampak pada dirimu dalam pergaulan dengan teman-temanmu dan dalam berteladan kepada para mu`allimah. Maka ilmu syar’i yang bermanfaat akan menjadikanmu tidak berteman kecuali dengan seorang muslimah yang shalihah...." (hal. 111). Subhanallah, ini adalah kenikmatan besar yang datang dari Allah. Maka jaga dan peliharalah!.
Yang terakhir, ilmu syar`i akan berpengaruh kepada seluruh kehidupan muslimah pada umumnya. Ilmu syar’i akan mendorong muslimah untuk menjadikan rumahnya berdengung dengan dzikir dan bacaan Al-Qur’an dan "...tidak terdengar darinya nyanyian-nyanyian, senandung yang hampa dan maksiat-maksiat lainnya" (hal. 115)
Namun perlu diingat bahwa orang-orang kafir dan orang-orang fasiq tidak ada yang suka bila kaum muslimah meneguk dan meminum ilmu syar`i. Maka propaganda dan makar serta umpan dan jerat mereka pasang di setiap jalan. Wanita yang lalai dari ilmu syar’i akan kecantol dan termakan oleh makar mereka, naudzubillahi min dzalik. Hanya muslimah yang mendalami ilmu syar`i yang akan selamat dan mampu menolak serta melawan tipu muslihat dan makar mereka.
"Sesungguhnya alam dunia ini adalah rumah tempat beramal dan akhirat adalah rumah tempat kembali. Bersemangatlah untuk menuntut ilmi syar`i yang bermanfaat dan mohonlah kepada Allah agar Dia mengajarkan kepada kita pengetahuan dan pemahaman dan Dia jadikan ilmu itu bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akherat kita" (hal. 123).
Begitulah buku ini ditutup oleh penulisnya. Begitu indah dan menawan gaya bahasanya. Buku ini pun mempunyai nilai ilmiah yang tinggi. Maka sudah sepantasnya menjadi pengisi perpustakaan setiap muslimah yang mendambakan ilmu syar’i yang bermanfaat di dunia dan akhirat. (Abu Umar)

Sumber :
Judul asli                 : Atsaru `Ilmi As-Syar`i fi Hayati Al-Mar’ah Al-Muslimah
Edisi Terjemah          : Pesan Untuk Muslimah Bagi Penuntut Ilmu Syar’i
Penulis                    : Ummu Hasan
Penerjemah              : Razif Abdullah
Penerbit                   : Pustaka Amanah, Solo
Tebal                       : 126 halaman
Cetakan                   : Pertama, Agustus 1997











Tidak ada komentar:

Posting Komentar