ilmu adalah
segalanya. Apapun aktifitas manusia tak akan lepas dari peran ilmu.Ilmu adalah
nikmat Allah yang agung. Dengan ilmu, manusia akan dapat meraih kebahagiaan di
dua negeri, dunia dan akhirat. Kebahagiaan di dunia berupa keselamatan dari
kesesatan dan dekat kepada petunjuk Allah. Hal ini tidak akan terwujud kecuali
dengan ilmu. Kebahagiaan di akhirat berupa keselamatan dari api neraka. Hal ini
pun tidak akan tercapai kecuali dengan ilmu.
Hati pun akan hidup dengan cahaya ilmu dan
berilmu merupakan ciri seorang yang beriman. Bahkan tidak akan berguna suatu
amal tanpa ilmu, karena ilmu merupakan imam (pemimpin) bagi amal. Pendek kata
tidak ada kehidupan tanpa ilmu, tidak ada kebahagiaan tanpa ilmu dan tidak akan
tenang dan damai kehidupan manusia tanpa ilmu.
Ilmu apakah yang dapat mewujudkan semua
itu? Ilmu jenis manakah yang dapat mengantarkan manusia menuju kebahagiaan
sesungguhnya? Serta sederet pertanyaan lain terbetik di setiap benak kita.
Jawabannya singkat yaitu ilmu syar’i, ilmu yang datang dari Allah dan
Rasul-Nya, bukan ilmu yang muncul dari kepala para filosof atau dari hasil
otak-atik aqlaniyun (pemuja akal) dan yang semisal mereka. Bahkan
kebanyakan yang datang dari mereka tidak layak dikategorikan ilmu, melainkan
ilham yang datang dari setan belaka. Ilmu (syar`i) adalah firman Allah, sabda
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan ucapan para shahabat, bukan selain itu.
Demikian para ulama menerangkan.
Ilmu syar`i wajib diketahui dan dimiliki
oleh setiap manusia yang mengaku dirinya muslim, sama saja baik laki-laki atau
perempuan, tua atau muda, tidak pandang bulu. Kita wajib bersyukur kepada Allah
karena semakin maraknya majlis-majlis ta`lim, telah masuk dan menjamur di
seluruh pelosok masyarakat muslimin lewat kajian-kajian rutin.
Satu fenomena yang membesarkan hati kaum
muslimin di satu sisi, namun di sisi lain terasa sangat memprihatinkan. Jika
kita tengok kasus-kasus yang terjadi, khususnya yang menimpa saudari-saudari
kita kaum muslimah. Ternyata bukan ilmu syar’i yang mereka bawa pulang ke rumah
dan bukan bekal hidup di dunia dan akhirat yang mereka peroleh. Terbukti ketika
mereka berangkat dengan kerudung penutup leher dan kepala, tetapi pulang dengan
telanjang. Mereka berangkat sendiri, namun pulang diantar seorang bujang. Dan
yang lebih tragis dan mengenaskan lagi --na`udzubillahi min dzalik--
mereka berangkat dengan perut kempes dan pulang dengan perut berisi bayi tanpa
jelas bapaknya. Salah siapa ini? Ustadznya kah? Atau muridnya? Ataukah Orang
tuanya? Atau siapa? Lalu bagaimana solusinya?
Islam agama yang mulia terbebas dari sifat
cela. Islam menuntut umatnya hidup mulia tanpa noda. Maka bisa dipastikan
kerusakan yang terjadi di dunia pendidikan tingkat atas atau tingkat bawah, di
kota atau di desa, di masjid Jami’ atau di surau, atau di mana saja adalah
karena mereka telah membuang dan melalaikan tuntunan Islam. Mereka
mendiskreditkan Islam atau meninggalkan proses belajar mengajar ala Islam yang
akan membuahkan muslimah yang tangguh dan kuat pendiriannya, tetap tegak meski
topan dan badai menghantamnya.
Terus bagaimana caranya? Apa yang harus
dipelajari? Bagaimana pula pengaruhnya terhadap kehidupan? Insya Allah
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab melalui buku mungil hasil goresan
tangan Ummu Hasan ini yang diterjemahkan ke dalam bahasa kita dengan judul Pesan
Untuk Muslimah Bagi Penuntut Ilmu Syar`i.
Bahasanya halus, lembut dan mudah dipahami
serta mampu menggerakkan keinginan pembaca untuk lebih menfokuskan perhatian
dan serius dalam menelaahnya kata demi kata.
Perhatian dan kecintaan penulis kepada
segenap pembaca nampak sekali dalam buku ini, terutama untuk kaum muslimah
dengan ungkapannya ukhti fillah, wahai ukhti al-habibah, ukhti muslimah,
saudariku yang mulia dan ungkapan-ungkapan lainnya yang menunjukkan
perasaan cinta dan mengharapkan kebaikan untuk segenap saudarinya seakidah.
Dalam mukadimah buku ini penulis
menyatakan: "Adapun bab yang mendesak bagiku untuk membahas dan
menjelaskan bagi akhwati muslimah adalah menuntut ilmu syar`i yang
bermanfaat." (Hal. 11). Penulis prihatin terhadap gejala dan fakta yang
menimpa sebagian muslimah dalam mencari ilmu hanya sekedar untuk mendapatkan
ijazah, pekerjaan, atau gelar saja (hal. 12). Penulis (dalam halaman yang sama)
memberi batasan apa yang dimaksud dengan ilmu syar`i:
"Ilmu adalah firman Allah, sabda Rasul-Nya, ucapan shahabat, tidak ada kerancuan."
"Ilmu adalah firman Allah, sabda Rasul-Nya, ucapan shahabat, tidak ada kerancuan."
Fadlilah (keutamaan) ilmu tak luput dibahas dalam
buku ini dengan disertai nash dari Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu
`alaihi wa sallam. Hanya saja ada satu hadits (hal 17) yang lafadhnya:
"Barang siapa keluar dalam rangka thalabul ilmi, maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali." (Riwayat At-Tirmidzi, hadits hasan)
"Barang siapa keluar dalam rangka thalabul ilmi, maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali." (Riwayat At-Tirmidzi, hadits hasan)
Hadits ini juga dibawakan oleh Syaikh Ali
bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari dalam Al-Ilmu Fadlluhu
wa Syarfuh hal. 6. Di dalam catatan kaki no. 1 disebutkan: Riwayat Tirmidzi
2947, Thabrani dalam Mu’jam As-Shaghir 1/136 dan Al-Usaili dan Adl-Dlu`afa
2/17. Pada sanadnya tersebut terdapat dua rawi yang dla`if, tetapi
maknanya shahih. Wallahu A’lam.
Kemudian penulis memaparkan bagaimana para
wanita mutaqadimin (generasi awal) menuntut ilmu. "Dari sini,
ketahuilah wahai ukhti fillah, bahwasanya Islam semenjak cahayanya
terbit telah memerintahkan kaum wanita untuk menuntut ilmu yang
bermanfaat" (Hal. 21). Tentunya dengan metode yang tidak melanggar syar’i,
yaitu tidak ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan),
bahkan khalwat (berduaan antara laki-laki dan perempuan di tempat yang
sepi), atau apa saja yang melanggar syar’i. Lain halnya dengan wanita masa
kini, penulis membagi keadaan wanita masa kini dengan tipe dan cirinya
masing-masing (simak hal. 27-37). Sungguh jauh berbeda dengan keadaan
wanita-wanita salafiyah terdahulu, maka wajib bagimu wahai muslimah berdakwah
kepada mereka.
Adapun ilmu yang wajib dipelajari setiap
muslimah adalah ilmu yang berkaitan dengan Al-Kitab (Al-Qur’an) berikut
tafsirnya, sunnah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, tauhid dan
fikih. Itulah yang disarankan oleh penulis.
Kebiasaan jelek yang terjadi di
tengah-tengah kaum muslimah ditolak oleh penulis dengan ungkapan: "Dia-lah
kitab pertama yang setiap muslimah wajib mempelajarinya, janganlah hanya
membacanya pada bulan Ramadhan" (hal. 42). "...dia mencakup seluruh
hal yang akan membuat maslahat bagi manusia di dunia dan akhirat" (hal.
43). "Wahai ukhti muslimah, Al-Qur’an adalah kemenangan kita di dunia dan
pahala di akherat" (48).
Banyak masalah yang disebutkan secara
global dalam Al-Qur’an sehingga membutuhkan penjelasan. "Karena itulah
saudariku yang mulia, maka sunnah juga sebagai ilmu syar’i kedua dipandang dari
pentingnya...."(hal. 50). "Di sana hal-hal yang khusus bagi wanita,
sementara tidak mungkin untuk diketahui kecuali dengan kembali kepada
sunnah" (hal. 51).
Aqidah merupakan ilmu syar`i terpenting
dalam Al-Qur’an dan as-sunnah. Kebutuhan kita yang paling mendesak saat ini
adalah mempelajari aqidah Islamiyah yang bersih dari noda syirik, terlepas dari
bid’ah, khurafat, hawa nafsu serta kesesatan-kesesatan lainnya ( Lihat hal.
54).
Bersamaan dengan belajar aqidah, maka wajib
bagi muslimah mempelajari permasalahan fiqih seperti thaharah,
hukum-hukum yang berkaitan dengan pernikahan dan masalah fikih lainnya.
Tentunya pemahaman masalah ini di sandarkan kepada hadits-hadits dan
atsar-atsar yang shahih.
Metode thalabul ilmi syar`i bagi wanita
dapat dibaca pada bab kelima buku ini, yaitu mulai dari membaca kitab-kitab
Islam, mendengarkan kaset Islami sampai kajian rutin dan mengikuti ceramah
ilmiah. Perlu ditekankan di sini bahwa metode ini semua harus dilakukan atau
ditempuh dengan mengikuti bimbingan para ulama salaf dan menghindari
pelanggaran-pelanggaran syariat meskipun hanya perkara kecil.
Bab terakhir buku ini menyoroti tentang atsar
(pengaruh) ilmu syar’i dalam kehidupan wanita muslimah. Seorang ibu akan banyak
mengambil faedah dari ilmu ini, karena dia sebagai madrasah, pendidik sekaligus
teladan bagi anak-anaknya. "...kepadanyalah mata anak kecil pertama kali
terbuka." (Hal. 82). Seorang penyair melantunkan syairnya:
"Generasi muda kita akan terbentuk sesuai dengan apa yang dipersembahkan oleh kedua orang tuanya" (hal. 83).
"Generasi muda kita akan terbentuk sesuai dengan apa yang dipersembahkan oleh kedua orang tuanya" (hal. 83).
Figur shahabiyah yang tepat dalam
memilihkan madrasah bagi anaknya (Anas bin Malik) adalah Ummu Salim binti
Malhan. Lain halnya dengan mayoritas ibu-ibu masa globalisasi ini, mereka
justru memilihkan sekolah bagi anak mereka sekolah yang tidak mengajarkan ilmu
syar’i secara menyeluruh, melainkan hanya beberapa jam saja dalam seminggu.
Penulis juga mengingatkan para ibu muslimah
agar berhati-hati dengan media elektronik seperti TV, tape, radio dan lainnya
karena berdampak negatif yang dapat menghancurkan generasi muda Islam.
"Yang lebih pahit lagi dari itu, sebagai efek dari layar hina ini
(televisi) adalah pengaruhnya dalam merusak aqidah Islamiyah yang benar dalam
jiwa anak-anak bahkan orang-orang dewasa sekalipun "(hal. 88). Semoga
Allah memelihara kita dari kejelekan ini.
Pengaruh ilmu syar’i ini akan dirasakan oleh
seorang istri, karena di situ diterangkan secara gamblang tentang bagaimana
seorang istri harus bersikap terhadap suaminya. Demikian pula tata cara
membangun mahligai rumah tangga yang sakinah menuju ridla Allah. Wanita yang
diridlai Allah adalah wanita yang shalihah. "Supaya engkau menjadi wanita
shalihah maka engkau harus senantiasa menuntut ilmu syar`i yang
bermanfaat." (hal. 102)
Mu`allimah (ustadzah) pun banyak mengambil
manfaat dan sangat dipengaruhi oleh ilmu syar’i ini, mengapa? Dia berkedudukan sebagai
da`iah yang menyeru kaumnya menuju ridla Allah. Maka mustahil misinya akan
tercapai jika dia enggan dan berpaling dari ilmu syar`i. Wajib baginya menuntut
ilmu syar’i. Jika tidak, maka berarti ia akan menyeru dan mengajak kepada
kerusakan dan kesesatan. "...dan takutlah untuk melakukan dosa. Janganlah
engkau termasuk orang yang menyeru kepada kerusakan dan kesesatan..."
(Hal. 107)
Murid akan mendapat faedah oleh kehadiran
ilmu syar`i ini karena ia akan menjadi tolak ukur yang shahih (benar) terhadap
semua permasalahan. "Maka jika belajarmu telah dipandu oleh ilmu syar’i
maka pengaruhnya akan nampak pada dirimu dalam pergaulan dengan teman-temanmu
dan dalam berteladan kepada para mu`allimah. Maka ilmu syar’i yang bermanfaat
akan menjadikanmu tidak berteman kecuali dengan seorang muslimah yang
shalihah...." (hal. 111). Subhanallah, ini adalah kenikmatan besar
yang datang dari Allah. Maka jaga dan peliharalah!.
Yang terakhir, ilmu syar`i akan berpengaruh
kepada seluruh kehidupan muslimah pada umumnya. Ilmu syar’i akan mendorong
muslimah untuk menjadikan rumahnya berdengung dengan dzikir dan bacaan
Al-Qur’an dan "...tidak terdengar darinya nyanyian-nyanyian, senandung
yang hampa dan maksiat-maksiat lainnya" (hal. 115)
Namun perlu diingat bahwa orang-orang kafir
dan orang-orang fasiq tidak ada yang suka bila kaum muslimah meneguk dan
meminum ilmu syar`i. Maka propaganda dan makar serta umpan dan jerat mereka
pasang di setiap jalan. Wanita yang lalai dari ilmu syar’i akan kecantol dan
termakan oleh makar mereka, naudzubillahi min dzalik. Hanya muslimah
yang mendalami ilmu syar`i yang akan selamat dan mampu menolak serta melawan
tipu muslihat dan makar mereka.
"Sesungguhnya alam dunia ini adalah
rumah tempat beramal dan akhirat adalah rumah tempat kembali. Bersemangatlah
untuk menuntut ilmi syar`i yang bermanfaat dan mohonlah kepada Allah agar Dia
mengajarkan kepada kita pengetahuan dan pemahaman dan Dia jadikan ilmu itu
bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akherat kita" (hal. 123).
Begitulah buku ini ditutup oleh penulisnya.
Begitu indah dan menawan gaya bahasanya. Buku ini pun mempunyai nilai ilmiah
yang tinggi. Maka sudah sepantasnya menjadi pengisi perpustakaan setiap
muslimah yang mendambakan ilmu syar’i yang bermanfaat di dunia dan akhirat. (Abu
Umar)
Sumber :
Judul
asli : Atsaru `Ilmi As-Syar`i fi Hayati
Al-Mar’ah Al-Muslimah Edisi Terjemah : Pesan Untuk Muslimah Bagi Penuntut Ilmu Syar’i
Penulis : Ummu Hasan
Penerjemah : Razif Abdullah
Penerbit : Pustaka Amanah, Solo
Tebal : 126 halaman
Cetakan : Pertama, Agustus 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar